ANAKKU, GURU KEHIDUPANKU







“Bun, berangkat dulu,  ya. Baik-baik di rumah. Kalau ada apa-apa kabarin Ayah.”
“ Iya, Yah. Hati-hati di jalan. ”
“Assalamu’alaikum, Bunda.”                                             
“Wa’alaikumm salam, Yah.”                               
Percakapan singkat yang selalu kami ucapakan seusai sarapan pagi. Setelah itu, aku melakukan aktivitasku sebagai ibu rumah tangga sejati. Untuk membunuh sepi, aku nyalakan laptop dan berselancar di dunia maya. Hari ini wall di salah satu media sosial yang aku miliki menampilkan update statusku 1 tahun silam. Foto itu, iya foto El saat pertama kali kami melakukan perjalanan wisata. El kecil sering sakit-sakitan, selain wisata medis, aku selalu mengurungnya di rumah.

Aku ingat betul saat-saat melahirkan El. Waktu itu saat hujan turun rintik-rintik, aku merasakan sakit yang luar biasa pada perutku dan air ketuban merembes membasahi pakaianku. Masih kuingat perjalanan ke rumah sakit, sakitnya melahirkan dan ucapan perawat dan dokter memberikan semangat saat membantu persalinanku. Semua terbayar dengan kehadiran bayi lelaki tampan bernama El Saladin Dymargani.

Kebahagiaan keluarga kecilku semakin bertambah, El menjadi satu-satunya pusat perhatian kami. Beberapa minggu berselang baby El sakit, dan kami membawanya ke dokter. Setelah Pemeriksaan dilakukan, dokter curiga bahwa El terindikasi kelainan kromosom. Aku terkejut saat mendengarnya, tetapi suamiku belum yakin dan meminta dokter untuk melakukan serangkain test. Selang beberapa hari hasil test kami terima. Memang benar ada kondisi fisik pada El yg mengarah ke ciri-ciri Down Syndrom atau Syndrom lainnya, seperti garis tangan tunggal dan nyambung, jari kaki yang renggang, ukuran telinga kanan dan kiri beda, kelainan jantung dan ginjal, tapi hasil test kromosom yang baru saja keluar menyatakan baby El normal, dengan kata lain hasilnya tidak ada kelainan kromosom. Alhamdulillah, aku bersyukur mendengarnya.

Bulan berganti dan baby El harus masuk ke rumah sakit kembali untuk melakukan operasi jantung. Tidak hanya sampai disitu, hampir setiap bulan baby El harus mengunjungi rumah sakit. Dokter melakukan tes ulang dan hasilnya, Suspect Schinzel Giedion Syndrom yaitu gejala retardasi mental dan kemerosotan kemampuan sistem syaraf. Penderita sindrom ini mempunyai keterlambatan perkembangan mental dan fisik.

Orang tua mana yang tidak sedih melihat kondisi anak seperti El, dia benar-benar anak yang sangat istimewa. Kami ingin melihat El sembuh, melihat El tumbuh dewasa. Aku dan suami terus berusaha yang terbaik untuk El. Banyak sekali cobaan untuk mempertahankan El tetap dalam kondisi sehat. Materi, pikiran, fisik, dan mental pun juga dipertaruhkan. Ada saja pandangan dan cibiran yang dilontarkan oleh orang-orang yang berpikiran sempit. Penyakit kutukan lah, kena karma lah dan sebagainya. Itu semua tidak mengendorkan tekad dan semangat kami untuk selalu optimis merawat El.

Hampir dua tahun berlalu, akhirnya baby El bisa diajak jalan-jalan. Moment yang sudah lama kami nantikan berwisata bersama keluarga tercinta. Ya ... wisata alam bukan wisata medis yang sering kami lakukan untuk kesembuhan El. Tetap dalam pengawasan dokter, kami sering mengajak El keluar rumah untuk mengenalkannya pada dunia luar. Hari-hari terasa begitu indah, moment kebersamaan bertiga dengan El dan Ayah menebus semua lelahku. Terkadang aku ingin berteriak jika El rewel, rasanya  ingin menyerah tapi ku ingat kembali bagaimana perjuangan kami mendapatkan El.

20 April 2017, ultah El yang ke tiga. Alhamdulillah kami masih diberi kesempatan melihat El tumbuh meski perkembangannya lebih lambat dari anak seusianya. Dipenghujung tahun 2017 kami berwisata ke tempat yang agak jauh dan lebih lama dari sebelumnya.  Sepulang liburan, El kembali sakit dan kami membawanya ke Rumah Sakit. 07 Januari 2018, El kritis. Tak henti-hentinya aku menangis, aku tak ingin jauh dari nya. El masih berjuang di ICU, pneumonia nya kambuh. Paru-paru nya terkena infeksi dan banyak cairan di dalamnya, El mengalami sesak nafas. Semua keluarga berkumpul melakukan do’a bersama. Aku pasrah dengan apa yang terjadi kemudian, yang aku inginkan adalah yang terbaik untuk El.

08 Januari 2018, Alhamdulillah akhirnya El sembuh.  Jantung, paru, ginjal, lambung, otak, dan semua organ yang bermasalah menjadi normal. El sudah bisa jalan, berlari, bicara, bernafas dengan normal tanpa tersengal-sengal. Dia sedang asyik bermain bola dengan teman-temannya di tempat yang paling indah. El sedang bermain di taman surga. Allah menyayangi El melebihi kami, dan ingin El kembali berada lebih dekat di sisi NYA.

Selamat jalan El, selamat jalan guru kehidupanku. Kehadiranmu mengajarkan bagaimana caranya bersyukur, sabar, dan Ikhlas. Membuat kami menjadi lebih tegar dan kuat menghadapi apa pun permasalahan di dunia ini. Bahagia di sana ya, Nak.  Ayah dan Bunda Sayang El.

Cerita ini, saya persembahkan untuk ibu-ibu yang dikaruniai anak yang sangat istimewa (khususnya,  temanku, Mareta Uci dan Dyota Wiradhian). Anak adalah amanah, jangan pernah sia-siakan mereka. Terima mereka dalam kondisi apa pun. Seorang anak yang istimewa hanya khusus dipersembahkan untuk wanita-wanita istimewa yaitu wanita calon penghuni surga. Aamiin...


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dilema Ibu Bekerja Atau Ibu Di Rumah

Menulis Novel Sejarah

Prof Dr Khoirul Anwar, Bapak Teknologi 4G

Perjalanan Dinas Yang Mengesankan Part 2

Teman Bahagia

6 Rahasia Blue Sapphire yang Mempesona

Kekasih Mas Hendra (Lanjutan 1)

Kisah Monyet Nakal dan Tupai Pemaaf

Renungan, Momen di Setiap Sisi Kehidupan