Menepis Keterbatasan Untuk Merajut Sebuah Impian




Apa yang kalian lakukan ketika melihat seseorang yang mempunyai keterbatasan fisik, mencibir, melihatnya dengan tatapan aneh, mencemooh, mengucilkan, atau iba? Tuhan menciptakan makhluk dengan sebaik-baiknya. Bahkan orang yang mempunyai kekurangan fisik pun mempunyai kelebihan yang tidak disangka-sangka. Setiap kekurangan / keterbatasan tersimpan kelebihan yang luar biasa bahkan dibandingkan dengan orang normal sekali pun.

Mau bukti? Nick Vujucic contohnya, Lahir di Melbourne, 4 Desember 1982, seorang motivator dunia dari Benua Kanguru, Australia serta direktur sebuah lembaga yang bernama "Life without Limbs". Sejak lahir Beliau divonis oleh dokter menderita Sindrom Tetra-amelia. Sebuah sindrom yang sangat langka di dunia ini. Meskipun terlahir dengan kekurangan, Beliau mampu memotivasi jutaan manusia di lebih dari 47 negara. Jika di Australia ada Nick Vujucic, di Indonesia juga ada seorang wanita yang mempunyai keterbatasan namun sukses menjadi seorang CEO. Siapakah dia? Dia adalah Angkie Yudistia.  Lahir di Medan 31 tahun silam, bungsu dua bersaudara ini mempunyai masalah pada indra pendengarannya. Namun keterbatasannya ini tidak membuat Angkie minder, keterbatasan mengantar nya  menjadi orang sukses. Kira-kira seperti apa ya kisah masa lalu beliau? Pastinya keren untuk disimak. Mari kita simak kisah beliau.

"Dokternya tanya, kamu namanya siapa?" ujar sang Ibu ketika melihat tiada reaksi dari putri kecilnya yang berusia 10 tahun dengan tetap terdiam. Hingga akhirnya sang Ibu memberitahu kepada sang dokter. "Namanya Angkie, dok." Seketika itu juga Angkie mulai merasa aneh, melihat tatapan pilu dari sang Ibu. Dengan terbata-bata sambil terisak, sang Ibu kemudian memberitahu bahwa ia telah divonis dokter sebagai seorang tuna rungu.

 “Kenapa dengan telingaku? Kenapa aku tidak bisa mendengar lagi? Kenapa harus aku yang mengalami nasib  seperti ini?” Serangkaian pertanyaan yang dulu selalu terbesit di pikiran gadis kecil setelah dokter memvonisnya  menderita tuna rungu. Hatinya hancur, vonis dokter membuat gelap seluruh dunianya. Tidak ada semangat menjalani hari, keceriaan yang dulu menghiasi wajahnya kini telah hilang. Hanya kasih sayang orang tua dan keluarga  yang mampu membuatnya bertahan hingga saat ini.

Gadis kecil itu adalah Angkie Yudistia. Di usia yang baru 10 tahun, dia harus menerima beban berat dalam hidupnya. Dikucilkan oleh teman-teman sebayanya, dipanggil budeg, congek, bolot membuatnya terpuruk dan  menutupi jati dirinya sebagai penyandang tunarungu. 

Suatu ketika Angkie bertemu dengan seorang bapak di kereta api, bapak itu memberikan petuah yang begitu berharga. Dibalik kekurangan pasti ada kelebihan. Perkataan yang disampaikan begitu dalam hingga memotivasi Angkie untuk bangkit membuat keterbatasan menjadi suatu kelebihan. Untuk mengejar ketertinggalannya disekolah, dia belajar dua kali ekstra keras dari temannya dan tak malu lagi menggunakan alat bantu dengar.Dia sadar bahwa dia sulit mengikuti pelajaran di sekolah umum. Oleh karenanya, setiap pulang sekolah dia mengikuti les dan memperbanyak membaca buku. Tekad dan usaha yang keras menghantar Angkie mengukir banyak prestasi semasa dibangku SD, SMP dan SMA. Tidak hanya prestasi akademik saja namun prestasi non akademik juga berhasil diraihnya.

Paras yang cantik dan tinggi semampai membuatnya menjadi bintang iklan dan artis belia kala itu. Perhatian selalu tertuju padanya, namun bukan karena dia menjadi bintang iklan atau artis. Perhatian itu datang karena Angkie adalah seorang tuna rungu yang sering bicara terbata-bata dan jarang sekali merespon teguran atau bahkan panggilan orang-orang sekitar.

Dilema kembali menyapanya saat lulus SMA. Dokter yang merawatnya menyarankan agar dia tidak melanjutkan kuliah karena stress bisa memperparah pendengarannya. Saat itu telinga kanan Angkie hanya mampu mendengar suara 70 desibel sedangkan yang kiri 98 desibel. Sementara rata-rata percakapan pada manusia normal berada di 40 desibel. Itulah yang membuat Angkie divonis sebagai tuna rungu saat dia berusia 10 tahun dan hanya bisa mendengar melalui alat bantu. 

Lantas, bagaimana Angkie menanggapi saran dokternya? Akan kah ia menyerah dengan kondisinya dan memutuskan untuk membuang jauh-jauh semua impiannya, ataukah tetap terus berjuang demi menggapai impian yang dirajutnya? Simak terus kelanjutan kisahnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dilema Ibu Bekerja Atau Ibu Di Rumah

Menulis Novel Sejarah

Prof Dr Khoirul Anwar, Bapak Teknologi 4G

Perjalanan Dinas Yang Mengesankan Part 2

Teman Bahagia

ANAKKU, GURU KEHIDUPANKU

6 Rahasia Blue Sapphire yang Mempesona

Kekasih Mas Hendra (Lanjutan 1)

Kisah Monyet Nakal dan Tupai Pemaaf

Renungan, Momen di Setiap Sisi Kehidupan