Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2018

Sukabumi, Kota Kecil yang Menyejukkan Hati

Gambar
Suka dan bumi, apa yang kalian pikirkan ketika mendengar dua kata tersebut? Suka merupakan kata sifat yang berarti senang. Bumi merupakan kata benda yang berarti tanah atau bumi. Sehingga kedua kata tersebut memiliki arti bumi yang disukai atau bumi yang disenangi. Jika kedua kata tersebut digabungkan maka akan menjadi “Sukabumi” merupakan salah satu kota kecil di Jawa Barat. Terletak di kaki Gunung Gede dan Gunung Pangrango dengan ketinggian 584 meter di atas permukaan laut dan suhu maksimum 29° C membuat kota kecil ini menjadi sejuk dan nyaman untuk disinggahi. Meskipun tidak sebesar kota Bandung, Sukabumi memiliki ke unikan   dan daya tarik tersendiri. Penasaran dengan apa saja yang disajikan kota Sukabumi? Mari kita simak ulasan berikut ini. Mengunjungi suatu kota, tidak afdol kalau kita belum mencoba makanan khas yang terkenal di kota tersebut. Sukabumi memiliki kue khas yang sama dengan Jepang, yaitu kue mochi. Hanya saja mochi khas Sukabumi ini memiliki bentuk yang le...

Kekasih Mas Hendra (Tamat)

Gambar
"Oh, ya, kenalkan, Wid. Ini Miranda. Dia...." "Istri keduamu?" air mataku menitik. Kuhapus kuat-kuat dengan sapu tanganku. "Apa?" Mas Hendra memandangku bingung. Kening Miranda berkerut. Kepalaku mulai berputar-putar, berdenyut-denyut. Konyol! mereka masih mencoba bersandiwara. Tiba-tiba, kulihat wajah cerah Wawan, wakil Mas Hendra di kantor dengan seiikat bunga di tangannya. "Halo!" sapanya riang. Tiba-tiba pula, kulihat Miranda begitu saja menghambur ke pelukan Wawan. "Mas Hendrawan!" seru Miranda.   Huh, perempuan murahan. Sundel kelas teri! Aku geram. Rupanya ia bisa dimiliki oleh semua lelaki yang.... "Istriku ...  how i miss you! " seru Wawan seakan tidak peduli pada sekitar yang mulai memperhatikan kami. Aku ternganga. Kutatap Mas Hendra, ia balik menatapku lekat.Sesaat ia tersenyum lebar dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku belum sepenuhnya menyadari apa yang terjadi sampai Mas Hendra...

Kekasih Mas Hendra (Lanjutan 4)

Gambar
Bandara Juanda, pukul 15.30.... Aku duduk seolah membaca koran, sambil memperhatikan sekitar dan mengawasi pintu masuk utama. Ah, sakitnya hatiku. Jam 15.45 kulihat Mas Hendra tergesa-gesa melewati pintu masuk. Aku bangkit dan segera mengikutinya. Namun, sukar sekali bagi tubuh gemukku untuk bergerak cepat tanpa terlihat. Sesekali kubetulkan kacamata hitamku. Deg, aku terhenti. Kulihat Mas Hendra membantu mengangkat tas wanita itu. Brengsek! Aku melihat mereka tertawa lepas, meski sesekali tampak celingukan. Huh, takut ketahuan barangkali. Sesaat kemudian, kulihat Mas Hendra pergi ke kedai minuman di dalam  bandara. Kini, si 'Tatjana' itu sendirian. Dadaku kian sesak. Tiba-tiba saja amarahku naik sampai ke ubun-ubun. Tanpa terencana, aku melangkah dengan cepat ke arah wanita itu. Aku tiba di hadapannya, si genit ini belum juga sadar apa yang terjadi. Aku begitu gemas, begitu luka serta porak poranda. Baru saja aku akan menamparnya, ketika ku...

Kekasih Mas Hendra (Lanjutan 3)

Gambar
"Ada paket untukku  nggak,  Wid?" tanya Mas Hendra sambil membuka sepatunya di ruang tamu. "Tidak," jawabku datar. "Mengapa belum datang juga, ya? Di telepon tadi katanya sudah lama dikirim." Mas Hendra mengguman  sendiri sambil mengelus dagunya. Huh, baru kangen-kangenan rupanya mereka! Aku cemberut. Pertemuan tanggal 20 September 2017 di bandara itu..., jangan kira aku tidak tahu. "Eh, Wid, temani aku makan, yuk! Aku sengaja  nggak  makan di luar. Aku kangen sama masakanmu dan yakin paling tidak jam setengah delapan sudah bisa sampai di rumah ... jadi...." Mas Hendra menatapku lekat. "Kamu kok pucat? Sakit, ya, Wid? Atau ada masalah?" Nada suaranya khawatir. Aku diam, sebal! "Kalau ada masalah jangan suka dipendam. Ingat  nggak  dulu? Waktu gadis, kan, kamu sangat tertutup sama bapak dan ibu. Kalau punya masalah hanya dipendam saja. Makanya kamu kurus...." "Iya. Sekarang aku memang  melar,  ge...

Kekasih Mas Hendra (Lanjutan 2)

Gambar
"Jadi, obat yang kuberikan padamu itu tidak membawa hasil?" tanya Vida sambil menghabiskan makan siangnya di kantin kantor. Aku menggeleng. Vida, menghela napas panjang. "Kamu lihat sendiri, Vid, badanku malah makin gembrot!" kataku senewen. "Apalagi, yang harus kulakukan? Puasa sering, menjahui makanan berkalori tinggi, sudah. Minum obat pelangsing, diet, senam..., apa lagi, Vid?" Vida diam, mengaduk-aduk jus alpukat di hadapannya dan menghirupnya dalam-dalam. "Kalau begini caranya, mungkin memang pantas Mas Hendra berselingkuh atau punya istri lagi...." Ujarku lirih, "kami sudah seperti angka sepuluh. Bagaimana jika sudah punya anak nanti? belum punya anak saja, badan sudah melar." Bening-bening di mataku pun tidak mampu kubendung lagi. "Dulu, saat tubuh cekingku mulai berisi, kami berdua sangat gembira. Mas Hendra bilang, itu tandanya aku bahagia hidup bersamanya, tapi sekarang ... aku enggak mengerti mengapa b...