Mengajarkan Keterampilan Berpikir Kritis Pada Anak
Seiring dengan perkembangan zaman, banyak sekali perubahan yang
terjadi. Persaingan di dunia kerja semakin ketat. Oleh karena itu, anak perlu
diberi bekal keterampilan yang mendukung minat dasar yang mereka miliki. Mengapa
harus mengajarkan keterampilan berpikir kritis dan menyelesaikan masalah sejak
dini? Karena yang anak-anak pelajari saat ini belum tentu relevan sepuluh atau
dua puluh tahun ke depan. Untuk itu, penting untuk membekali anak-anak
keterampilan berpikir kritis dan menyelesaikan masalah atau critical thinking
and problem solving skill (CTPS) supaya mereka siap menghadapi tantangan
apapun yang akan mereka hadapi.
Ada tiga
aspek yang harus diajarkan dalam CTPS ini, yaitu:
1. Considering Different Perspectives.
Hal pertama yang harus diajarkan dalam berpikir kritis adalah mempertimbangkan perbedaan perspektif. Dalam hal ini, anak-anak tidak melulu harus mendengarkan dan menghargai orang lain. Tetapi anak harus mampu juga menyampaikan pendapat dari perspektifnya sendiri. Pada prinsipnya, considering different perspective ini membuat siswa aktif, percaya diri, dan tidak ragu memberikan kontribusi dalam kelompoknya.
2. Assessing
Evidence
Hal kedua yang diajarkan setelah considering different perspectives adalah menilai evidence. Setiap hal yang anak sampaikan, hendaknya memiliki evidence, bukti, atau pendukung pendapatnya. Hal ini dapat berupa fakta, opini dari orang yang berkompeten, atau penalaran anak. Misalnya anak menyampaikan bahwa kita harus membatasi penggunaan gadget. Kita harus gali lagi kemampuan anak berpikir kritis dengan bertanya “kenapa?” Ketika evidence yang dikemukakan kurang tepat, sebagai orang tua atau guru bertugas untuk menggiring anak berpikir secara logis.
Dengan
kemampuan ini, kelak anak mampu untuk melihat peluang-peluang atau solusi dari
permasalahan yang dihadapi secara mandiri. Hal ini dikarenakan sejak dini sudah
diajarkan untuk berpikir kritis dan menyelesaikan masalah dengan cara yang
logis.
3. Solving
Non Routine Problems
Hal yang umum terjadi saat ini adalah anak terbiasa dengan sesuatu yang sama, yang homogen. Mulai dari seragam, cara berpikir, hingga cara bertindak seringkali diarahkan supaya sama. Kita lupa bahwa setiap anak itu memiliki keistimewaan, keunikan yang tidak bisa disamakan. Oleh karena itu, usahakan saat mengajarkan sesuatu, hindari hal-hal rutin, hal-hal yang biasa. Jangan biarkan otak anak menghadapi hal yang sama setiap waktu. Khawatirnya, saat anak menghadapi sesuatu yang berbeda, ia tidak mampu untuk mengatasinya.
Kreativitas
orang tua dan guru dalam hal ini sangat dibutuhkan. Sajikan sesuatu yang baru.
Jika metode, materi, atau instruksi sudah diberikan secara berturut-turut,
berarti sudah waktunya mengubahnya. Apakah yang sudah kita lakukan tidak boleh
diulang lagi? Boleh-boleh saja. Tetapi beri jeda waktu. Jangan berikan hal yang
sama secara terus menerus. Biarkan otak anak mengenali hal-hal baru dan
berpikir bagaimana cara mengatasinya.
CTPS yang disebut sebagai salah satu 21st century skill ini mengedepankan proses. Nilai yang berwujud angka-angka adalah prioritas yang ke sekian. Prioritas utamanya adalah bagaimana mengubah anak untuk menjadi lebih aktif berpikir, berani, percaya diri, dan tidak mudah menyerah saat menghadapi masalah.
Komentar
Posting Komentar